Sabtu, 10 Januari 2015

SAMBAS INFORMASI

 Anak Bupati Sambas Menggungsi Karena Banjir
Burhanuddin A Rasyid, terpaksa ikut mengungsi karena banjir.

Anaknya tersebut sempat mengabarkan jika telah mengungsi melalui SMS, namun tak dibalasnya, karena sibuk meninjau banjir.


"Kemarin anak saya mengabarkan melalui SMS kalau mereka juga mengungsi, tapi tak saya balas. Tadi ketemu, dia langsung merepet karena tidak saya tanggapi karena kesibukan," ungkap Burhanuddin A Rasyid, Jumat (14/1/11).

Dia menyatakan musibah banjir merupakan masalah semua warga Sambas, yang harus ditangani bersama. Dia menyatakan tidak perlu memandang kepangkatan lagi, semua pegawai Pemkab Sambas harus bersama memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menghadapi banjir.

"Saya sedikit senang, ternyata daerah yang masuk program pengairan kita tahun lalu, tak mengalami banjir. Be
rarti program pengairan kita berhasil," tandasnya.

Walau demikian, upaya penanganan tak boleh mengendur, bahkan untuk masalah yang diluar proyeksi seperti masyarakat wilayah banjir yang berniat mengebumikan sanak keluarganya.


Pengundulan Hutan di Sambas Selama 10 Tahun Perparah Banjir

Anggota DPRD Kalimantan Barat  Tony Kurniadi, mengatakan penggundulan hutan yang terjadi di Sambas selama 10 tahun terakhir memperparah banjir yang terjadi saat ini. Untuk itu, pemerintah daerah harus segera menghentikan ekspansi sawit dan mereboisasi lahan gundul yang banyak di daerah Sambas.
"Saya melihat dan merasakan sendiri bagaimana Kabupaten Sambas ini sudah gundul akibat pengalihan fungsi secara besar-besaran. Akibatnya yang dirasakan saat ini, banjir yang terjadi saat ini di Sambas sudah merata di hampir seluruh daerah. Intensitas periode kejadiannya semakin sering terjadi," ujar Toni Kurniadi kepada Tribun Pontianak (grup Tribunnews.com).
Toni menuturkan Sambas memang bukan daerah yang terbebas penuh dari banjir. Peristiwa banjir terjadi pada musim penghujan di akhir tahun atau awal tahun dengan daerah yang terbatas. Itupun dengan intensitas rentang lamanya surutnya air tidak panjang.

"Yang terjadi sekarang ini semakin parah. Banjir merata seluruh daerah dan waktunya juga lama. Dampak dari banjir yang dirugikan adalah masyarakat petani sawah dan jeruk. Sambas yang merupakan daerah penghasil atau bisa dikatakan lumbung padi di Kalbar terancam gagal.
Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas dan Provinsi Kalbar sudah seharusnya memberikan bantuan untuk meringakan kerugian akibat sawah atau tanamannya gagal panen akibat terendam banjir," katanya.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) mengakui Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas sudah cukup baik dalam penanganan bencana banjir yang terjadi saat ini. Yang mana telah turun langsung ke lokasi-lokasi korban banjir yang diharapkan sekaligus memberikan bantuan langsung.
"Saya memberikan apresiasi terhadap Pemkab Sambas dalam hal penanggulangan banjir saat ini sudah dilakukan secara komprehensif. Namun demikian menjadi catatan adalah dampak paska banjir. Yang biasanya akan terjadi kekurangan pangan disertai timbulnya penyakit," jelasnya.
Ke depan, lanjut Tony, Pemkab Sambas harus membuat grand strategi mencegah terjadinya banjir yang sudah merata dan waktu yang lama. Semua pihak, dari Pemkab, masyarakat, dan kalangan pengusaha yang berinvestasi di Sambas harus bekerjasama memikirkan hal ini.
"Banjir ini menjadi tanggungjawab besar yang harus dicarikan solusinya. Solusi apa, yakni penghentian penggundulan hutan serta melakukan reboisasi. Kerugian akibat banjir yang sudah pasti dirasakan adalah melambatnya kegiatan ekonomi masyarakat menengah kebawah. Investasi memang perlu namun tidak mengakibatkan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat kecil," pungkasnya.

Jalan Besar di Kabupaten Sambas Susah di Tembus Pada Desember

Jalan sepanjang 82 kilometer dari arah pusat Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, menuju Kecamatan Sajingan Besar, menjadi lautan lumpur memasuki musim hujan di bulan Desember.
Masyarakat setempat sangat sengsara karena dampak dari akses jalan sulit ditembus. Tak sedikit dari masyarakat harus meminggirkan mobilnya untuk menginap semalam, karena tak bisa menembus kondisi jalan yang rusak parah.
"Masyarakat yang berbelanja kebutuhan sehari-hari jelang Natal harus ikhlas menginap di jalan. Mobil yang mereka tumpangi amblas," ujar Ketua Forum Perbatasan Kabupaten Sambas, Abelnus kepada Tribun Pontianak, Sabtu (6/12/2014).
Dampak lain dari rusaknya infrastruktur jalan sejak 1997 sampai 2014, harga sembako lebih mahal. Misalnya harga beras 1 kg Rp 12 Ribu menjadi Rp 15 ribu per kg. "Sembako lain juga merangkak naik rata-rata Rp 2 ribu naiknya," jelasnya.
Ia menyayangkan kenaikan harga sembako tak dibarengi dengan harga karet dan lada yang justru turun drastis. "Sekarang harganya Rp 5 ribu-Rp 6 ribu per kg, dan banyak aspek lainnya akibat jalan yang rusak seperti ini," ucapnya.
Sajingan Besar sekarang ini membutuhkan tenaga pendidikan, kesehatan. Bahkan masih ada kampung tak memiliki jalan dan listrik. "Kita sangat berharap, pemerintah daerah dan pusat segera melakukan langkah konkrit," ucapnya.
Ia menambahkan, pemerintah tak hanya berkunjung tanpa melakukan langkah konkret. Bukti nyata pemerintah ditunggu masyarakat di Kecamatan Sajingan Besar. "Masyarakat perbatasan jangan di-anak tirikan," ungkapnya.

0 komentar:

Posting Komentar