Kumpulan Cerita Rakyat
1. Puri Anam
Ini cerita tentang seorang putri dengan Pak Rusa’. Putri tadi bernama
Bussu. Kisah ini bermula dari suatu hari Putri Bussu melayangkan kipas
ke rumah Pak Rusa’. Kipas tadi menyangkut di rumah Pak Rusa’.
” Putri, putri buatkan aku bubur ya .....”, kata Pak Rusa pada sang putri ” Baiklah, Pak Rusa’, jawab sang putri
Dibuatkannyalah
bubur, namun belum juga dimakannya sampai menjelang siang dan bubur
tersebut menjadi dingin. Tidak lama kemudian bubur itupun dimakan oleh
Pak Rusa’. Tidak lama kemudian Pak Rusa’ bertanya kepada tuan putri.
” Apa yang berbunyi riuh rendah tuan putri? tanya Pak Rusa’
” Itu orang menumbuk emping disiang hari, jawab Sang Putri’
” Apa yang dikipas - kipas, tuan putri? tanya Pak Rusa’
” Orang sedang menyapu lantai di siang hari, Pak Rusa’ kata Tuan Putri"
” Apa yang terang benderang, tuan putri ? ” tanya Pak Rusa’
” Bintang Timur merupakan tanda hari akan siang, Pak Rusa, kata Tuan Putri
” Apa yang bergoyang goyang, tuan putri ? ” tanya Pak Rusa’
” Daun simpur ditiup angin, Pak Rusa’., kata Tuan Putri
” Apa yang bergerak gerak, tuan putri ? tanya Pak Rusa
” Hanyut kayu besar dari hulu Pak Rusa”, kata Tuan Putri
” Masak bubur lagi kah tuan putri ? tanya Pak Rusa’.
"Benar sejak dari tadi sudah dimasak, hingga dingin rasa bubur itu, kata tuan putri.
Lalu Pak Rusa’ makan bubur itu sampai habis. Jika tuan putri pulang, ambillah labu barang sebutir disitu.
” Iya, jawab Tuan Putri.
”
Yang ringan saja tuan putri. Nanti sesampai di rumah tutup pintu, tutup
jendela, turunkan kelambu lalu belahlah dua labu tersebut. Setibanya di
rumah tuan putripun menutup semua pintu dan jendela serta menurunkan
kelambu, maka dibelahnya labu tersebut. Betapa terkejutnya sang putri
ternyata penuh dengan emas di dalam labu tersebut.
Timbul
keinginan kakak sang putri yang bernama Putri Anam untuk memiliki labu
tersebut. Kemudian bertanyalah Putri Anam kepada Putri Bussu, dimana ia
memperoleh labu itu ?. Putri Bussupun menjawab bahwa ia membuatkan bubur
Pak Rusa. Kemudian lanjut Putri Bussu bahwa kipasnya tersangkut di
pohon jeruk Pak Rusa’ lalu ia bercerita. Kipas saya sangkut di pohon
jeruk Pak Rusa’, katanya.
Kemudian Putri Anampun mencontoh apa
yang telah Putri Bussu ceritakan kepadanya, Putri Anam juga langsung
melayangkan kipas ke rumah Pak Rusa’. Kemudian Putri Anam pergi ke rumah
Pak Rusa’ sesampainya di rumah Pak Rusa’, Pak Rusa’ pun berkata kepada
Putri Anam.
” Putri, putri, buburkanlah saya”, kata Pak Rusa’
” Iya’ jawab tuan putri.
Maka Putri Anampun membuat bubur dan haripun menjelang siang, seperti biasa bubur itupun menjadi dingin.
” Makanlah, sudah dingin”, kata Putri Anam
” Iya, jawab Pak Rusa’.
Belum
menjelang siang sudah dikatakannya dingin bubur tersebut, kata Pak
Rusa’. Maka Pak Rusa’ makan bubur tersebut. Namun pada saat Pak Rusa’,
akan memakannya, panas bukan main bubur tersebut. Rasa terbakar mulut
Pak Rusa’. Tunggu kau tuan putri, jawab Pak Rusa’ sambil mengumpat.
Menjelang malam kita akan bercerita tuan putri kata Pak Rusa’.
” Apa yang berbunyi riuh rendah tuan putri? tanya Pak Rusa’
” Itu orang menumbung emping di siang hari, Pak Rusa’ jawab Tuan Putri
” Apa yang dikipas-kipas, tuan putri? tanya Pak Rusa’
” Orang sedang menyapu lantai di siang hari, Pak Rusa’, kata tuan putri
” Apa yang terang benderang, tuan putri ? ” tanya Pak Rusa’
” Bintang Timur tanda hari akan siang, Pak Rusa’, kata Tuan Putri
” Apa yang bergoyang goyang tuan putri ?, tanya Pak Rusa’
” Daun Simpur ditiup angin, Pak Rusa’, kata tuan putri
” Apa yang bergerak gerak, tuan putri ? tanya Pak Rusa
” Hanyut kayu besar dari hulu Pak Rusa’, kata tuan putri
Buburkan
lagi saya tuan putri, kata Pak Rusa’. Menjelang siang nanti artinya
bubur tersebut sudah dingin kata Pak Rusa’. Belum lagi hari menjelang
siang sudah dikatakannya dingin bubur tersebut. Setelah itu
dimakannyalah bubur yang lagi panas tersebut. Sekali lagi Pak Rusa’
merasa dibohongi oleh Putri Anam. Tunggu kau, kata Pak Rusa’ sambil
mengumpat. Nanti jika tuan putri pulang ambillah labu yang terletak di
bawah dapur. Ambillah sesuka hatimu, kata Pak Rusa’ yang ringankah atau
yang berat, Oh kalau begitu saya memilih yang berat saja, banyak isinya.
Nanti sesampai di rumah tutup pintu, tutup jendela turunkan kelambu. ”
Baiklah Pak Rusa’, kata Putri Anam.
Maka sesampai di rumah Putri
Anam pun menutup pintu, menutup jendela menurunkan kelambu, kemudian
dibelahnya buah labu tersebut, betapa terkejutnya sang Putri Anam,
bukannya emas yang didapat malah sebaliknya celaka yang didapat karena
yang keluar dari dalam buah labu tersebut ular, kalajengking, lipan dan
matilah Putri Anam tersebut digigit binatang yang keluar dari buah labu
tersebut.
Begitulah ceritanya balasan orang yang suka berbohong dan tidak sabar.
2. ASAL MULA TERJADINYA BURUNG RUAI
Konon pada zaman dahulu di daerah Kabupaten Sambas, tepatnya di
pedalaman benua Bantahan sebelah Timur Kota Sekura Ibukota Kecamatan
Teluk Keramat yang dihuni oleh Suku Dayak, telah terjadi peristiwa yang
sangat menakjubkan untuk diketahui dan menarik untuk dikaji, sehingga
peristiwa itu diangkat ke permukaan.
Menurut informasi orang
bahwa di daerah tersebut terdapat sebuah kerajaan yang kecil, letaknya
tidak jauh dari Gunung Bawang yang berdampingan dengan Gunung Ruai.
Tidak jauh dari kedua gunung dimaksud terdapatlah sebuah gua yang
bernama ”Gua Batu”, di dalamnya terdapat banyak aliran sungai kecil yang
di dalamnya terdapat banyak ikan dan gua tersebut dihuni oleh seorang
kakek tua renta yang boleh dikatakan ”sakti.
Cerita dimulai dengan seorang raja yang memerintah pada kerajaan
di atas dan mempunyai tujuh orang putri, raja itu tidak mempunyai istri
lagi sejak meninggalnya permaisuri atau ibu dari ketujuh orang
putrinya. Di antara ketujuh orang putri tersebut ada satu orang putri
raja yang bungsu atau si bungsu. Si bungsu mempunyai budi pekerti yang
baik, rajin, suka menolong dan taat pada orang tua, oleh karena itu
tidak heran sang ayah sangat menyayanginya. Lain pula halnya dengan
keenam kakak - kakaknya, perilakunya sangat berbeda jauh dengan si
bungsu, keenam kakaknya mempunyai hati yang jahat, iri hati, dengki,
suka membantah orang tua, dan malas bekerja. Setiap hari yang
dikerjakannya hanya bermain - main saja.
Dengan kedua latar
belakang inilah, maka sang ayah ( raja ) menjadi pilih kasih terhadap
putri - putrinya. Hampir setiap hari keenam kakak si bungsu dimarah oleh
ayahnya, sedangkan si bungsu sangat dimanjakannya. Melihat perlakuan
inilah maka keenam kakak si bungsu menjadi dendam, bahkan benci terhadap
adik kandungnya sendiri, maka bila ayahnya tidak ada di tempat, sasaran
sang kakak adalah melampiaskan dendam kepada si bungsu dengan memukul
habis - habisan tanpa ada rasa kasihan sehingga tubuh si bungsu menjadi
kebiru - biruan dan karena takut dipukuli lagi si bungsu menjadi takut
dengan kakaknya.
Untuk itu segala hal yang diperintahkan kakaknya
mau tidak mau sibungsu harus menurut seperti : mencuci pakaian
kakaknya, membersihkan rumah dan halaman, memasak, mencuci piring,
bahkan yang paling mengerikan lagi, sibungsu biasa disuruh untuk
mendatangkan beberapa orang taruna muda untuk teman/menemani kakaknya
yang enam orang tadi. Semua pekerjaan hanya dikerjakan si bungsu
sendirian sementara ke enam orang kakaknya hanya bersenda gurau saja.
Sekali
waktu pernah akibat perlakuan keenam kakaknya itu terhadap sibungsu
diketahui oleh sang raja ( ayah ) dengan melihat badan ( tubuh ) si
bungsu yang biru karena habis dipukul tetapi takut untuk mengatakan yang
sebenarnya pada sang ayah, dan bila sang ayah menanyakan peristiwa yang
menimpa si bungsu kepada keenam kakaknya maka keenam orang kakaknya
tersebut membuat alasan - alasan yang menjadikan sang ayah percaya
seratus persen bahwa tidak terjadi apa - apa. Salah satu yang dibuat
alasan sang kakak adalah sebab badan sibungsu biru karena sibungsu
mencuri pepaya tetangga, kemudian ketahuan dan dipukul oleh tetangga
tersebut. Karena terlalu percayanya sang ayah terhadap cerita dari sang
kakak maka sang ayah tidak memperpanjang permasalahan dimaksud.
Begitulah
kehidupan si bungsu yang dialami bersama keenam kakaknya, meskipun
demikian sibungsu masih bersikap tidak menghadapi perlakuan keenam
kakaknya, kadang - kadang si bungsu menangis tersedu - sedu menyesali
dirinya mengapa ibunya begitu cepat meninggalkannya. sehingga ia tidak
dapat memperoleh perlindungan. Untuk perlindungan dari sang ayah boleh
dikatakan masih sangat kurang. Karena ayahnya sibuk dengan urusan
kerajaan dan urusan pemerintahan.
Setelah mengalami hari - hari
yang penuh kesengsaraan, maka pada suatu hari berkumpullah seluruh
penghuni istana untuk mendengarkan berita bahwa sang raja akan berangkat
ke kerajaan lain untuk lebih mempererat hubungan kekerabatan diantara
mereka selama satu bulan. Ketujuh anak ( putrinya ) tidak ketinggalan
untuk mendengarkan berita tentang kepergian ayahnya tersebut. Pada
pertemuan itu pulalah diumumkan bahwa kekuasaan sang raja selama satu
bulan itu dilimpahkan kepada si bungsu, yang penting bila sang raja
tidak ada di tempat, maka masalah - masalah yang berhubungan dengan
kerajaan ( pemerintahan ) harus mohon ( minta ) petunjuk terlebih dahulu
dari si bungsu. Mendengar berita itu, keenam kakaknya terkejut dan
timbul niat masing - masing di dalam hati kakaknya untuk melampiaskan
rasa dengkinya, bila sang ayah sudah berangkat nanti. Serta timbul dalam
hati masing - masing kakaknya mengapa kepercayaan ayahnya dilimpahkan
kepada si bungsu bukan kepada mereka.
Para prajurit berdamping
dalam keberangkatan sang raja sangat sibuk untuk mempersiapkan segala
sesuatunya. Maka pada keesokan harinya berangkatlah pasukan sang raja
dengan bendera dan kuda yang disaksikan oleh seluruh rakyat kerajaan dan
dilepas oleh ketujuh orang putrinya.
Keberangkatan sang ayah
sudah berlangsung satu minggu yang lewat. Maka tibalah saatnya yaitu
saat-saat yang dinantikan oleh keenam kakaknya si bungsu untuk
melampiaskan nafsu jahatnya yaitu ingin memusnahkan si bungsu supaya
jangan tinggal bersama lagi dan bila perlu si bungsu harus dibunuh.
Tanda-tanda ini diketahui oleh si bungsu lewat mimpinya yang ingin
dibunuh oleh kakanya pada waktu tidur di malam hari.
Setelah
mengadakan perundingan di antara keenam kakaknya dan rencanapun sudah
matang, maka pada suatu siang keenam kakak di bungsu tersebut memanggil
si bungsu, apakah yang dilakukannya ?. Ternyata keenam kakanya mengajak
si bungsu untuk mencari ikan ( menangguk ) yang di dalam bahasa Melayu
Sambas mencari ikan dengan alat yang dinamakan tangguk yang dibuat dari
rotan dan bentuknya seperti bujur telur ( oval ). Karena sangat gembira
bahwa kakaknya mau berteman lagi dengannya, lalu si bungsu menerima
ajakan tersebut. Padahal dalam ajakan tersebut terselip sebuah balas
dendam kakaknya terhadap si bungsu, tetapi si bungsu tidak menduga hal
itu sama sekali.
Tanpa berpikir panjang lagi maka berangkatlah
ketujuh orang putri raja tersebut pada siang itu, dengan masing - masing
membawa tangguk dan sampailah mereka bertujuh di tempat yang akan
mereka tuju ( lokasi menangguk ), yaitu gua batu, si bungsu disuruh
masuk terlebih dahulu ke dalam gua, baru diikuti oleh keenam kakaknya.
Setelah mereka masuk, si bungsu disuruh berpisah dalam menangguk ikan
supaya mendapat lebih banyak dan ia tidak tahu bahwa ia tertinggal jauh
dengan kakak-kakanya.
Si bungsu sudah berada lebih jauh ke dalam
gua, sedangkan keenam kakaknya masih saja berada di muka gua dan
mendoakan supaya si bungsu tidak dapat menemukan jejak untuk pulang
nantinya. Keenam kakaknya tertawa terbahak - bahak sebab si bungsu telah
hilang dari penglihatan. Suasana gua yang gelap gulita membuat si
bungsu menjadi betul - betul kehabisan akal untuk mencari jalan keluar
dari gua itu. Tidak lama kemudian keenam kakaknya pulang dari gua batu
menuju rumahnya tanpa membawa si bungsu dan pada akhirnya si bungsupun
tersesat.
Merasa bahwa si bungsu telah dipermainkan oleh kakaknya
tadi, maka tinggallah ia seorang diri di dalam gua batu tersebut dan
duduk bersimpuh di atas batu pada aliran sungai dalam gua untuk meratapi
nasibnya yang telah diperdayakan oleh keenam kakaknya, si bungsu hanya
dapat menangis siang dan malam sebab tidak ada satupun makhluk yang
dapat menolong dalam gua itu kecuali keadaan yang gelap gulita serta
ikan yang berenang kesana kemari.
Bagaimana nasib si bungsu ?
tanpa terasa si bungsu berada dalam gua itu sudah tujuh hari tujuh malam
lamanya, namun ia masih belum bisa untuk pulang, tepatnya pada hari
ketujuh si bungsu berada di dalam gua itu, tanpa disangka - sangka
terjadilah peristiwa yang sangat menakutkan di dalam gua batu itu, suara
gemuruh menggelegar-gelegar sepertinya ingin merobohkan gua batu
tersebut, si bungsupun hanya bisa menangis dan menjerit-jerit untuk
menahan rasa ketakutannya, maka pada saat itu dengan disertai bunyi yang
menggelegar muncullah seorang kakek tua renta yang sakti dan berada
tepat di hadapan si bungsu, lalu si bungsupun terkejut melihatnya, tak
lama kemudian kakek itu berkata, ” Sedang apa kamu disini cucuku ? ”,
lalu si bungsupun menjawab, ” Hamba ditinggalkan oleh kakak - kakak
hamba, kek ! ”, maka si bungsupun menangis ketakutan sehingga air
matanya tidak berhenti keluar, tanpa diduga-duga pada saat itu dengan
kesaktian kakek tersebut titik-titik air mata si bungsu secara
perlahan-lahan berubah menjadi telur-telur putih yang besar dan banyak
jumlahnya, kemudian si bungsupun telah diubah bentuknya oleh si kakek
sakti menjadi seekor burung yang indah bulu-bulunya. Si bungsu masih
bisa berbicara seperti manusia pada saat itu, lalu kakek itu berkata
lagi, ” Cucuku aku akan menolong kamu dari kesengsaraan yang menimpa
hidupmu tapi dengan cara engkau telah kuubah bentukmu menjadi seekor
burung dan kamu akan aku beri nama ” Burung Ruai, apabila aku telah
hilang dari pandanganmu maka eramlah telur-telur itu supaya jadi burung -
burung sebagai temanmu ! ”. Kemudian secara spontanitas si bungsu telah
berubah menjadi seekor burung dengan menjawab pembicaraan kakek sakti
itu dengan jawaban kwek ... kwek ... kwek ... kwek .... kwek, Bersamaan
dengan itu kakek sakti itu menghilang bersama asap dan burung ruai yang
sangat banyak jumlahnya dan pada saat itu pula burung-burung itu pergi
meninggalkan gua dan hidup di pohon depan tempat tinggal si bungsu
dahulu, dengan bersuara kwek ... kwek .... kwek ... kwek .... kwek,
Mereka menyaksikan kakak - kakak si bungsu yang dihukum oleh ayahnya
karena telah membunuh si bungsu.
3. Raden Sandhi
Nah, sekarang kita sudah terlanjur berkumpul, saya akan menceritakan
tentang kisah kematian Raden Sandhi. Menurut kepercayaan orang Sambas,
bahwa Raden Sandhi itu bukannya mati, mayatnya dibawa orang kebenaran,
orang halus, orang Paloh. Sebelum saya ceritakan Raden Sandhi itu, lebih
baik saya ceritakan tentang Paloh, yakni tentang keangkerannya. Sampai
saat ini mungkin orang daerah Sambas di sini masih percaya dengan
keangkerannya, soal - soal mistik begitulah kita sekarang.
Menurut
kepercayaan orang daerah Sambas kalau kita akan pergi ke Paloh, pertama
kita tidak boleh berteriak - teriak atau memekik di dalam hutan. Kedua
bersiul juga dilarang. Ketiga berkata tidak baik, Nah begitulah cerita
orang Sambas tentang daerah Paloh.
Nah, sekarang saya akan bercerita tentang kematian Raden Sandhi
tadi. Raden Sandhi itu termasuk keluarga orang yang baik - baik beliau
keturunan Raja - raja Sambas. Kelakuannya sangat berbeda dengan
saudaranya yang lain. Salah satu kebiasaan yang paling disukai dan
sering dilakukannya yaitu berburu. Kalau sudah berburu biasanya dua atau
tiga hari baru pulang ke rumah. Dan hal inilah, sekali - kali orang
tuanya memberi teguran.
Pada suatu ketika, Raden Sandhi dipanggil
oleh orang tuanya dan berkata : ” Sandhi, kamu aku lihat lain dari pada
saudara - saudaramu. Selalu saja kau pergi kehutan, atau sampai ke
daerah Paloh berburu mencari burung, kijang, pelanduk. Hasilnya tidak
ada juga. Jadi aku rasa lebih baik kamu tinggal di rumah saja, itu anak
istrimu siapa yang akan mengurusnya. Kami memang sanggup memberinya
makan, tapi kamu sebagai suaminya, kamu yang lebih banyak memberi
perhatian, mendidik. Baik itu kepada anak - anakmu, istrimu, itu adalah
tanggung jawabmu.
Raden Sandhi, orangnya pendiam dan tidak suka
berbicara yang tidak ada gunanya, terlebih - lebih kepada orang tuanya
dan bagaimanapun kemarahan orang tuanya tadi, ia diam saja, namun di
dalam hatinya karena itu telah menjadi kebiasaannya yang suka berburu.
Pada suatu hari Raden Sandhi seperti biasa, akan pergi berburu
senjatanya yang akan dipergunakan untuk pergi berburu. Lalu ia pergi
menemui istrinya, ” Oi, hari ini, aku akan pergi berburu lagi.
Entah
satu hari, dua hari aku tidak tahu. Cuma aku minta, supaya kepergianku
itu, jangan kau ceritakan dengan ayah, dengan ibu,” mengapa pula, kata
istrinya, saya baru saja dimarahi oleh ibu, supaya jangan pergi berburu,
padahal hatiku selalu saja ingin pergi berburu. Jadi seorang istri
haruslah patuh terhadap suami,”. Mengerti, jawab sang istri. Hanya
jangan lama - lama. Maklumlah di dalam hutan, mesti ada sesuatu yang
dikhawatirkan,”. Tidak, aku pergi tidak terlalu lama, mungkin hanya dua
hari saja.
Baiklah, kata istrinya.” Nanti kalau ayah bertanya’,
katakan aku tidak pergi kemana - mana. Hanya pergi dekat saja. Hanya
nanti kalau kamu akan pergi bawalah teman. Jangan pergi sendiri,
maklumlah di dalam hutan. Binatang banyak, seperti ular, beruang, dan
binatang lainnya yang dapat menyusahkan kita, kata istrinya.
”Ialah
aku membawa kawan, tapi siapakah kawanku, kata Raden Sandhi. Maka
berangkatlah Raden Sandhi tadi. Dengan kedua orang temannya pergilah
mereka bertiga berjalan. Mereka berjalan keluar masuk hutan, keluar
masuk jurang tidak juga bertemu dengan binatang yang dicari. Apalagi
rusa, kijang, pelanduk, burungpun tidak dijumpai. Karena belum juga
ketemu dengan binatang buruannya dan sudah menjadi sifat Raden Sandhi,
kalau belum dapat belum pula ia puas. Makan pun Raden Sandhi lupa
apalagi minum. Akhirnya sampailah mereka ke daerah Paloh. Sesampai di
Paloh, terdengar burung, Ciit .... Ciit ....... Ciit”. Kawan Raden
Sandhipun berkata, ” Den itu ada bunyi burung.
”Mana ? ”itu, di
batang kayu.” Raden Sandhipun melihat ke atas. Dilihatnya benar, ada
seekor burung, namun burung itu sangat aneh bentuknya. Sangat berbeda
dengan burung - burung yang lain. Tidak juga besar, tidak juga kecil.
Burungnya bagus, cantik benar burung itu. Warnanya bermacam - macam, ada
hijau, ada merah, kakinya kekuning - kuningan. Pendek kata menarik,
sangat menarik hati.
”Ku sumpit saja burung itu. Kalau ku sumpit,
mudah - mudahan burung itu tidak mati dan aku dapat memeliharanya,”
kata Raden Sandhi. Kemudian di sumpitnya lah burung itu dan kena, tepat
di kepalanya dan matilah burung tersebut. Sedihlah hati Raden Sandhi
karena burung tersebut mati. ” Sayang, burung itu, kalau tidak mati akan
kupelihara”. Apa boleh buat, walaupun mati akan kubawa pulang. Kata
Raden Sandhi pada temannya.
”Wah, wah, kita pulang saja, sudah
hampir dua hari kita berburu tidak juga mendapat hasil buruan hanya
dapat burung satu ekor saja. Akan kusalai, agar bulunya tidak rusak
sewaktu dibungkus dan akan kusimpan saja. ” Iyalah, ” jawab teman -
temannya
Pulanglah Raden Sandhi, sampai di rumahnya Raden Sandhi
bercerita, badannya kurang sehat, mengapa ya badanku kurang sehat, bulu
kuduk terasa berdiri. Mungkin aku sakit. Pada mulanya tidak merasakan
apa - apa sampai beberapa hari kemudian, badan Raden Sandhi masih juga
belum sehat. Raden Sandhi merasakan demam setelah pergi ke Paloh !. Lalu
dia pergi menghampiri istrinya, ada apa dengan badanku, kata Raden
Sandhi kepada istrinya. Sakit barangkali aku ini.” Sudah tiga hari
badanku ini panas dingin, bulu kuduk aku terasa berdiri, rasanya tidak
nyaman sekali, apa ya obatnya ?”. kata Raden Sandhi kepada istrinya.
Tidak tahu, jawab istrinya. Cari dukun saja yang dekat - dekat sini.
Maka sang istri mencari dukun untuk mengobati suaminya tadi. Tidak lama
kemudian datanglah sang dukun dan bertanya kepada Raden Sandhi, ” Sakit
apa den ?”.
”Entahlah, badan aku ini rasanya kian hari kian
melemah saja, bulu kuduk terasa berdiri. Demam ada juga tapi badan
rasanya sakit semua. Raden dari mana, sampai sakit begini ? tanya sang
dukun kepada Raden Sandhi. Saya pergi berburu ke Paloh, pulang dari
berburu, badan saya terasa panas dingin, rasanya bulu merinding. Oh
kalau begitu Raden terkena orang halus barangkali, kata sang dukun pula.
Lalu
diobatinya Raden Sandhi, sesudah diobati dengan obat orang kampung
tadi, dengan berjenis - jenis ramuan yang terbuat dari kayu - kayu, lalu
dibacakannyalah mantra. Setelah dukun tadi pulang, sakit Raden Sandhi
bukannya sembuh, tapi penyakitnya bertambah parah, akhirnya Raden Sandhi
tidak mau makan.
Setelah beberapa lamanya Raden Sandhi sakit dan
sakitnya tidak juga sembuh, akhirnya Raden Sandhi meninggal dunia.
Layaknya orang meninggal tentulah dimandikan, dikapankan lalu dikuburkan
seperti layaknya upacara penguburan. Setelah upacara penguburan selesai
dilaksanakan, pada malam harinya istri Raden Sandhi mendapat mempi,
dalam mimpi itu, mengatakan bahwa sebenarnya Raden Sandhi tidaklah mati,
Raden Sandhi dibawa oleh orang halus pergi ke Paloh, untuk dijadikan
raja oleh orang halus di sana karena raja mereka sudah tua, Raden Sandhi
akan dijadikan menantu dan raja orang halus di tempat tersebut.
Yang
dimakamkan itu bukannya Raden Sandhi, melainkan hanya sebatang kedebok
pisang saja dan itulah yang ditanam, kata orang halus di dalam mimpi
sang istri. Orang halus tadi juga berpesan untuk memberitahukan mimpinya
kepada orang tua Raden Sandhi.
Lalu tersadarlah sang istri dari
mimpinya, dan kemudian bercerita kepada kedua orang tua Raden Sandhi
beserta keluarganya. Bahwa yang dikuburkan itu bukanlah jasad tubuh
Raden Sandhi melainkan hanya sebatang gedebok pisang dan suaminya dibawa
pergi ke paloh oleh orang halus untuk dinikahkan dengan anak Raja
Paloh. Begitulah cerita istri Raden Sandhi, maka gemparlah mereka
mendengar cerita sang istri tadi. Sang ayah menyesali kelakuan Raden
Sandhi yang sudah sering diingatkan untuk tidak pergi berburu, apalagi
pergi berburu sampai ke Paloh.
Sudah kita tahu bersama, bahwa
Paloh itu tempat orang - orang kebenaran, apalagi kedatangannya ke Paloh
hanya untuk pergi berburu, membunuh binatang lagi. Namun apa daya
semuanya telah terjadi. Mungkin itu sudah suratan takdir Raden Sandhi,”
kata ayahnya.
Kita teruskan cerita kita dahulu, setelah Raden
Sandhi dibawa ke Paloh, Raden Sandhi dinikahkan dengan anak Raja Paloh.
Pada masa itulah Raden Sandhi menjadi Raja Paloh dan berkuasa di daerah
Paloh. Pada saat sekarang ini juga masih banyak masyarakat yang
mempercayainya dan menurut cerita apabila akan pergi ke Paloh, jangan
lupa menyebut nama Raden Sandhi, sambil berkata, ” Den, Raden, kami
datang ke Paloh daerah kekuasaan dato’ ( panggilan untuk Raden Sandhi )
kami juga masih keluarga dari Sambas, janganlah kami diganggu”, begitlah
bunyi ucapannya. Selain itu ada juga syarat yang harus dilakukan bagi
yang akan ke Paloh yaitu
1. Jangan sekali - sekali berani berteriak - teriak
2. Jangan sekali - kali bersiul - siul itu tabu sekali dilakukan
3. Jangan sekali - kali membunuh binatang yang berguna seperti burung ( jenis apa saja ) dan yang lainnya
Selain
itu juga tidak boleh berbicara kotor dan bersiul - siul. Apabila hal -
hal semacam ini dilanggar maka akan ada akibatnya. Begitulah, ceritanya.
Jadi kepercayaan itu masih tetap dipegang hingga saat ini. Orang yang
masuk ke daerah Paloh tidak berani sembarangan. Daerah itu ( Paloh )
dijaga oleh Raden Sandhi. Benar atau tidaknya cerita ini’, Wallahualam.
Sabtu, 10 Januari 2015
CERITA RAKYAT
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar